(Cerpen) Gara-gara Putri Anting (Karya Devy Kartika Sari) bedah cerpen 15 Oktober 2015

“Pernah mendengar dongeng tentang putri anting?” tanya seorang ayah dengan simpul senyum di wajah sambil menatap anak perempuannya.

Anak kecil berusia tujuh tahun itu menggeleng. “Belum pernah, Ayah.” Jawabnya.

“Baiklah.. akan kudongengkan sebuah cerita yang unik. Tapi harus janji segera tidur saat ayah selesai mendongeng.”

Anak tersebut mengangguk cepat-cepat, seakan sudah tidak sabar ingin segera mendengar cerita. Ayahnya mengambil tempat di depan gadis kecil itu, mereka berdua duduk di atas tempat tidur, berhadapan, hangat berselimut. Gadis kecil tersenyum sembari menatap ayahnya, dibukanya mata penuh antusias dan disiapkannya telinga untuk menangkap semua cerita. Kemudian sang ayah mulai mendongeng…
Setiap kali akan mendongeng, sang ayah selalu memulai dengan kalimat, “pada zaman dahulu kala…”
Pada zaman dahulu kala…hiduplah seorang putri di Kerajaan Negeri Nyamuk.

“Nyamuk?” gadis kecil itu bertanya heran. Tampak dahinya berkerut. Bukankah nyamuk adalah serangga malam penghisap darah. Kadang tangan atau kakinya sering gatal gara-gara ulah nyamuk yang seenaknya menggigit dan menghisap darahnya. Bahkan wajahnya juga pernah, tepat di dahi sebelah kiri. Setelah kenyang, terbang lagi dengan meninggalkan bekas yang kalau digaruk akan gatal rasanya.

Iya, semua penduduknya adalah Nyamuk. Mulai dari rakyat, prajurit kerajaan, hingga sang raja, semuanya adalah nyamuk. Negeri itu amat subur, seluruh rakyatnya makmur, hasil pertanian melimpah, hasil lautnya juga tak pernah kekurangan. Negeri itu berdiri di sebuah pulau terpencil, dikelilingi samudera yang sangat luas, jauh dari pulau-pulau lain. Karena jauh dari pulau lain itulah, menuntut seluruh penduduknya giat bekerja demi ketahanan pangan negeri. Sang raja sangat dermawan, bijaksana, adil, dan ramah. Raja memilik satu orang putri. Anak semata wayang, sangat disayangnya. Pewaris tunggal tahta kerajaan. Bernama Putri Anting.

“Putri Anting?” si gadis kecil bertanya.

“Iya, Putri Anting. Anting seperti yang kamu pakai ini,” sambil menunjuk anting-anting di salah satu sisi telinga anaknya.

Diberi nama Putri Anting karena setelah lahir, seorang penyihir jahat memberinya kutukan berupa sepasang anting. Jika salah satu anting  terlepas dari sang putri, maka sebuah malapetaka akan menimpanya.

Putri Anting tumbuh menjadi seorang gadis yang cantik, juga berperilaku baik. Kulitnya seputih tulang, matanya hitam bening bak biji buah kelengkeng, rambutnya hitam lebat sedikit ikal. Putri pandai memasak, serta menari. Tak jarang ia membantu para koki di dapur, atau sekedar menari di arena terbuka desa, bersama rakyat.

Putri gemar bermain di kebun sekitar kerajaan, bermain bersama hewan-hewan kesayangan peliharaan kerajaan. Suatu hari, Putri Anting bermain, lari mengejar seekor kelinci.

“Kelinci?”

“Iya, kelinci. Hewan peliharaan kerajaan sangat banyak, dari kelinci, burung, ular, ikan, unggas, hingga gajah dan kuda.” jawab sang ayah menjelaskan.

“Ooo.. Banyak sekali. Ramai.” sahutnya sambil membaringkan tubuh, tampak mulai mengantuk.
Masih sambil duduk, Ayah melanjutkan cerita.

Keesokan harinya Putri Anting jatuh sakit. Seluruh penghuni kerajaan panik, kenapa Putri mendadak sakit, badannya lemas dan menggigil, hanya mampu terbaring di tempat tidur. Wajahnya memucat. Telisik punya telisik, ternyata anting sang putri hilang satu. Saat ia bermain kemarin mengejar kelinci  hingga hampir masuk ke hutan sebelum akhirnya Putri tersandung ranting pohon kemudian jatuh.

Sang Raja yang mengetahui, langsung memerintahkan seluruh penghuni kerajaan untuk bahu-membahu mencari anting Sang Putri. Seluruh sudut kerajaan telah disisir namun tak juga mendapati anting Putri. Hingga masuk ke hutan pun juga tak ditemukan. Raja semakin panik, penyakit yang diderita Putri Anting juga semakin parah. Tak urung, Raja memerintahkan seluruh tabib yang ada di negerinya untuk berlomba-lomba menyembuhkan Putri.

Cara tersebut gagal, Putri tak kunjung sembuh. Raja memutar otak, berpikir cepat bagaimana anak semata wayangnya tersebut bisa sembuh. Satu-satunya cara untuk menyembuhkan Sang Putri hanya dengan menemukan kembali antingnya yang hilang. Raja kembali memerintahkan seluruh penghuni kerajaan serta rakyatnya untuk bekerjasama mencari anting Sang Putri.

Dengan segala persiapan matang, seluruh pasukan bersiap mengelilingi negeri untuk mencari anting Sang Putri. Karena mereka semua adalah nyamuk, mereka pun terbang menyusuri penjuru negeri, bahkan keluar dari negeri mereka.

Waah.. semuanya pergi mencari anting Putri yang hilang.” Gadis kecil terkesima.

“Iya, agar Sang Putri Anting sembuh dan kembali ceria.” Ucap ayahnya sambil tersenyum.

“Lalu, Ayah, antingnya ketemu?” gadis kecil tampak penasaran.

“Sampai sekarang belum ditemukan, itulah sebabnya kenapa para nyamuk sering berdengung di sekitar telinga kita. Mereka mencari anting Sang Putri.” Jelas sang ayah.

“Ooo…” Dengan polosnya, gadis kecil percaya.

“Sudah, sekarang saatnya kamu tidur. Selamat malam.” Ucap sang ayah sambil membenarkan selimut anaknya, lalu memberi kecupan selamat tidur di kening.
***
Dongeng yang diterimanya malam itu, sangat membekas di hati dan pikiran sang gadis kecil. Rasa penasaran semakin kuat saat ia menginjak remaja. Memang, banyak nyamuk yang sering berdengung di sekitar telinga ketika malam hari. Logikanya pun berjalan, mana mungkin seekor nyamuk berdengung di telinga hanya untuk mencari anting Sang Putri Anting yang hilang.

Dongeng yang ia dengar kala masih kecil tersebut memang bukanlah suatu kejadian yang benar-benar terjadi, namun, seekor nyamuk yang senang berdengung di telinga manusia tersebutlah yang membuatnya semakin penasaran kenapa bisa seperti itu.

Sebegitu dalamnya pengaruh sebuah dongeng baginya, hingga ia tertarik terhadap Ethologi, ilmu yang mempelajari tentang perilaku hewan.

“Ayah, aku sekarang tahu kenapa nyamuk-nyamuk suka sekali terbang di sekitar telinga.” ucapnya suatu sore di teras depan rumah saat tengah santai bersama.

“Oh, iya?” ayahnya menjawab ringan.

“Iya. Yang jelas bukan karena mencari anting Putri yang hilang seperti yang pernah Ayah ceritakan padaku.”
“Hahaha.” keduanya tertawa kompak.

“Lalu, apa alasannya?” sang Ayah memancing.

“Nyamuk mencari keberadaan manusia melalui suhu panas tubuh. Dan suhu panas yang mudah terdeteksi oleh nyamuk adalah sekitar telinga. Selain itu, nyamuk menyukai aroma keringat manusia yang tertahan oleh rambut yaitu di bagian kepala. jadi sebenarnya bukan hanya telinga yang di dekati nyamuk, tapi kepala.” jelasnya antusias.

“Oh, pantas saja, sering banyak nyamuk di atas kepala ayah, apalagi sore hari begini.” ayahnya menimpali sambil mengibaskan tangan kanan di atas kepala berusaha mengusir para nyamuk.

“Iya, karena Ayah belum mandi. Bau keringat, deh.”

“Hahaha.” kedua kalinya mereka kompak tertawa.

“Dan tidak hanya di kepala. Toh, nyamuk juga sering menyerang tangan, kaki, dan semua bagian tubuh yang terbuka.” jelasnya melanjutkan.

“Tapi, karena di kepala ada telinga, sehingga suara dengungan nyamuk terdengar jelas dan sangat mengganggu.”

“Tepat sekali, Yah!” ucap gadis kecil yang kini remaja tersebut dengan semangat.

“Lalu?”

“Nyamuk membutuhkan darah manusia untuk bertelur, jadi hanya nyamuk betina saja yang menyerang manusia. Dan berita buruknya adala…” dengan wajah serius sedikit misterius menatap sang Ayah.

“Apa?” tanya ayahnya penasaran.

“Sampai detik ini, anting sang Putri belum ketemu karena masih banyak nyamuk berkeliaran.”

“Hahaha.” ini kali ketiganya.


Cerpen ini untuk memenuhi jadwal Arisan Cerpen Mingguan Kampus Fiksi #13
Jogja, 14 Oktober 2015. 01:23 am
copas dari Devy Kartika Sari
Previous
Next Post »